makalah penangkapan penyidikan dan penggeladahan


MAKALAH
PENANGKAPAN DAN PENYIDIKAN,PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN ,PENTINGNYA PRAPERADILAN,PRAPENUNTUTAN DAN PENTINGNYA SURAT DAKWAAN
                 DOSEN : SRI ENDAH INDRIAWATI.,S.H.,M.H.
                   MATA KULIAH : HUKUM ACARA PIDANA
                             
                              DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :
                              KELAS : C.310 (Reg.C)
                              ANGGOTA KELOMPOK 2 :
1.    Achmad Zubir. F                   (2016021091)
2.    Andre O.T                              (2016020125)
3.    Dede. Z                                   (2016020244)
4.    Faisal R.D                               (2016020541)
5.    Jumiawati                              (2016020623)
6.    Puji pangesti                         (2016021082)
7.    Sandy R.W                             (2016020186)
8.    Wirawan. S                           (2014020078)
                             FAKULTAS ILMU HUKUM
                             UNIVERSITAS PAMULANG
                                               Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.




                                                                                   Tangerang, Maret 2018
                                                                                            
                                                                                                           
                                                                                                            Penyusun



                                   


                                                   i



                                    DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................i
DAFTAR ISI........................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................1
1.1           Latar Belakang......................................................1
1.2           Rumusan Masalah................................................2
1.3           Tujuan..................................................................2
1.4           Manfaat...............................................................2
         BAB III PEMBAHASAN........................................................3
               2.1 Pengertian Penangkapan dan Penahanan.............3
               2.2 Pengertian Penggledahan dan Penyitaan.............4
               2.3 Arti pentingnya praperadilan...............................9
               2.4 Arti prapenuntutan..............................................16
               2.5 Arti pentingnya surat dakwaan............................20
BAB III PENUTUP......................................................................22
               3.1 Kesimpulan..........................................................29
       



                                                            ii
                                                         
                                                          BAB I
                                                          PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Maka dari itu, Indonesiamembutuhkan yang namanya sebuah hukum yang hidup atau yang berjalan, dengan hukum itu diharapkan akan terbentuk suasana yang tentram dan teratur bagi kehidupan masyarakan Indonesia. Tak lepas dari itu, hukum tersebut juga butuh ditegakkan, demi membela dan melindungi hak-hak setiap warga Negara.
Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau membebaskan pidana.
Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses pidana yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) pada tingkat penyidikan.
Latar belakang yang melandasi munculnya KUHAP yaitu :
- HIR yang hanya mengatur tentang landraad dan raad van justitie
- UUD
- Pengakuan HAM
- Jaminan bantuan hukum dan ganti rugi



                                                                   

B.     Rumusan Masalah
Dalam perumusan makalah ini, penulis merumuskan beberapa kriteria yang akan dibahas dalam makalah ini. Kiranya dengan rumusan masalah ini, telah sedikit mewakili dari seluruh isi makalah ini. Diantaranya yaitu :
1.      Apa pengertian penangkapan dan penahanan
2.      Apa penggledahan dan penyitaan
3.      Arti pentingnya praperadilan
4.      Arti prapenuntutan
5.     Arti pentingnya surat dakwaan

C.    Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dan kegunaan dari makalah yang penulis buat ini yaitu :
1.  Untuk mengetahui dan memahami penangkapan dan penahanan ,penggledahan dan penyitaan ,pentingnya praperadilan, prapenuntutan dan pentingnya surat dakwaan.
2.  Guna menambah wawasan dan pengetahuan bagi para mahasiswa mengenai penangkapan dan penahanan, penggeledahan dan peyitaan , pentingnya praperadilan, prapenuntutan dan pentingnya surat dakwaan.
3. Dapat bermanfaat dan memberikan informasi dalam tentang Hukum Acara Pidana dan permasalannya.






                                                                



                                                               BAB II
                                                       PEMBAHASAN

PENANGKAPAN DAN PENAHANAN
Penangkapan
Penangkapan (1) adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
 (Pasal 1 Angka 20 UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana). Penangkapan (2) adalah suatu tindakan Penyidik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 Angka 17 UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer).
Pengertian penahanan
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.  (Pasal 1 ke 20 KUHAP).

PENGELEDAHAN DAN PENYITAAN

                                                            
A. Pengertian Penggeledahan
Penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang.Bahkan tidak hanya melakukan pemeriksaan ,tapi bisa juga sekali gus untuk melakukan penangkapan dan penyitaan.
Hal ini sesuai dengan  KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 32 Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Mengenai Penggeledahan hal ini diatur dalam UU No 8 Tahun 1981 pasal 32 sampai 37.
B. Pejabat  yang berwenang Menggeledah
Wewenang penggeladahan semata-mata hanya diberikan kepada pihak penyidik,baik penyidik Polri maupun penyidik pegawai negri sipil (PNS).Penuntut umum tidak memiliki wewenang untuk menggeledah,demikian juga hakim pada semua tingkat peradilan, tidak mempunyai wewenang untuk itu.Penngeledahan benar-benar ditempatkan pada pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan ,tidak terdapat pada tingkatan pemeriksaan selanjutnya  baik dalam taraf  tuntutan dan pemeriksaan peradilan.Pemberian fungsi itu sesuai dan sejalan dengan tujuan dan pengertian penggeledahan, yang bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan fakta dan bukti serta dimasukan untuk mendapatkan orang yang diduga keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana.
Akan tetapi dalam melaksanakan wewenang penggeledahan ,penyidik tidak seratus persen berdiri sendiri,penyidik diawasi dan dikaitkandengan Ketua Pengadilan Negri dalam melakukan setiap penggeledahan .Pada setiap tindakan penggeledahan ,penyidik wajib memerlukan bantuan dan pengawasan ketua Pengadilan Negri,bantuan itu berupa keharusan:
1.             Kalau keadaan penggeledahan secara biasa atau dalam keadaan normal penggeledahan baru dapat dilakukan penyidik ,setelah lebih dulu mendapat izin dari ketua Pengadilan Negri .
                                                    
2.      Dalam keadaan luar biasa dan mendesak ,penyidik dapat melakukan penggeledahan  tanpa lebih dulu mendapatkan izin dari ketuan Pengadilan Negeri ,namun segera sesudah penggeledahan ,penyidik wajib meminta persetujuan ketua Pengadilan Negeri setempat.
C. Waktu Penggeledahan
Penggeledahan yang baik dan tepat adalah apabila penggeledahan dilakukan disiang hari,hal ini disebabkan pada siang hari anak-anak tersangka sedang berada di sekolah dan tetanggapun sibuk diluar rumah,kecuali dalam hal-hal tertentu.Sama-sama kita ketahui bahwa penggeladahan menimbulkan akibat yang luas terhadap kehidupan pribadi dan mengundang perhatian masyarakat,maka waktu penggeledahan harus dipilih dengan tepat.Sementara itu penggeledahaan pada malam hari adalah saat yang tidak tepat dan tidak baik,karena penggeledahan pada tengah malam akan menimbulkan ketakutan dan kekagetan yang sangat ,trauma bagi anak-anak,itu sebabnya berdasarkan Stbl 1865, pasal 3,melarang penggeledahan rumah dilakukan pada malam hari .Oleh karena itu penggeledahan sebisa mungkin untuk bisa dilakukan pada siang hari,itupun hendaknya dicari waktu dan momen yang dapat menghindari akibat sampingan,yang bisa merusak pertumbuhan kejiwaan dan mental anak-anak dan keluarga tersangka.
D. Penngeledahan Rumah Tempat kediaman
Membicarakan penggeledahan rumah tempat kediaman, dapat dibedakn sifatnya.pertama bersifat biasa atau dalam keadaan  normal,kedua bersifat atau dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak.perbedaan sifat ini dengan sendirinya membawa perbedaan dalam tata cara pelaksanaan.[3]

1.      Penggeledahan Biasa
Penngeledahan biasa diatur dalam pasal 33 KUHAP.Tata cara penggeledahan yang diatur dalam pasal 33  pada saranya merupakan aturan pedoman umum penggeledahan.
Tata cara penggeladahan dalam hal biasa.
a.               Harus ada surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat

b.      Petugas Kepolisian membawa dan memperlihatkan surat tugas
c.       Setiap penggeledahan rumah tempat kediaman harus ada pendamping
1.      Didampingi dua orang saksi,jika tersangka atau penghuni rumah yang dimasuki dan digeledah menyetujui.
2.      Jika tersangka atau penghuni rumah tidak setuju, dan tidak menghadiri, maka petugas harus menghadirkan Kepala Desa atau Kepala Lingkungan (RW/RW) sebagai saksi dan ditambah dua orang saksi lain yang diambil dari lingkungan warga yang bersangkutan.
d.      Kewajiban membuat berita acara penggeledahan (Diatur dalam Pasal 126 dan 127 KUHAP)
1.      Dalam waktu dua hari atau paling lambat dalam tempo dua hari setelah memasuki rumah dan atau menggeledah rumah ,harus dibuat berita acara yang memuat penjelasan tentang jalanya dan hasil penggeledahan rumah.
2.      Setelah berita acara siap dibuat ,penyidik atau petugas yang melakukan penggeledahan membacakan lebih dulu berita acara kepada yang bersangkutan.
3.      Setelah siap dibacakan ,kemudian berita acara penggeledahan :
·         Diberi tanggal
·         Ditanda tangani oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni rumah serta oleh kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan
·         Dalam hal tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu dicatat dalam berita acara dan sekali gus menyebut alasan penolakanya.
4.      Penyampaian turunan berita acara penggeledahan rumah .Turunan berita acara penggeledahan rumah yang telah ditandatangani oleh pihak yang terkait,disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah.
e.       Penjagaan rumah atau tempat.Hal ini diatur dalam Pasal 127 KUHAP yang memberikan wewenang kepada penyidik untuk :
1.      Mengadakan penjagaan terhadap rumah yang digeledah.
2.      Penyidik jika dianggap perlu dapat menutup tempat yang digeledah.
3.      Disampaing hal-hal yang dijelaskan diatas, penyidik berhak memerintahkan setiap setiap orang yang dianggap perlu untuk  tetap tinggal ditempat penggeledahan selama penggeledahan masih berlangsung.
2.      Penggeledahan dalam keadaan mendesak
Hal ini diatur dalam pasal 34 KUHAP yang menegaskan: dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak,bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk lebih dulu mendapat surat izin Ketua Pengadilan Negeri, penyidik dapat langsung bertindak mengadakan penggeledahan.
Tata cara penggeledahan dalam keadaan mendesak :
1.      Penggeladahan dapat langgsung dilaksanakan tanpa terlebih dahulu ada izin ketua Pengadilan Negeri.Tempat-tempat yang digeledah meliputi :
·         Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada.dan yang ada di atasnya.
·         Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal,berdiam atau ada.
·         Ditempat penginapan dan tempat umum lainnya.
2.      Dalam tempo dua hari setelah penggeledahan ,penyiidik membuat berita acara,yang berisi jalanya dan hasil enggeledahan.
·         Berita acara dibacakan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan
·         Diberi tanggal
·         Ditanda tangani oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni rumah serta oleh kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan
·         Dalam hal tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu dicatat dalam berita acara dan sekali gus menyebut alasan penolakanya.
3.      Kewajiban penyidik segera melapor:
·         Melaporkan penggeledahan yang telah dilakukan kepada ketua pengadilan negeri,dan
·         Sekaligus dalam laporan itu penyidik meminta persetujuan ketua pengadilan negeri atas penggeledahan yang telah dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak.
f.        Larangan memasuki tempat tertentu
Pembuat UU telah memberikan penghormatan yang tinggi yang mulia terhada beberapa tempat tertentu,selama dalam tempat tertentu sedang berlangsung upacara peradatan ,UU melarang penyidik memasuki dan melakukan penggeledahan didalamnya,kecuali dalam hal hal tertangkap tangan,selain dari pada tertangkap tangan penyidik dilarang bertindak memasuki dan melakukan penggeledahan pada saat :
1.      ruang dimana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
2.      Tempat sedang berlangsung ibadah atau upacara keagamaan,dan
3.      Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.
g.      Penggeledahan di Luar Daerah Hukum
Dalam hal ini penyidik memperkirakan alternatif  terbaik yang harus ditempuh,ditinjau dari efektivitas dan sfisiensi penyidik yang bersangkutan kurang memahami seluk beluk daerah lain tempak dimana penggeledahan akan dilakukan,demikian juga halanya mengenai efisiensi,untuk apa harus membuang tenaga biaya dan waktu jika penggeledahan dapat dilimpahkan atau didelegasikan kepada penyidik yang ada di daerah tersebut.Dalam Pasal 36 KUHAP disebutkan;
Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.
h.      Penggeledahan Badan.
Mengenai penggeledahan badan dijelaskan pada apasal 1 butur 18 yang berbunyi : Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita.
Selanjutnya, penjelasan pasal 37 mengutarakan lagi, penggeladahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan, yang wanita dilakukan oleh pejabat wanita.
1.      Jangkauan Penggeledahan Badan
Untuk mengetahui sejauh mana penggeledahan badan,harus menggabungkan pasal 1 butir 18 dengan penjelasan pasal 37
·         Pasal 1 butir 18 dijelaskan, enggeledahan badan meliputi pemeriksaan badan atau pakaian tersangka.
·         Pada penjelasan pasal 37 disebutkan,penggeledahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan.
Dengan pengembangan pasal 1 butir 18 dengan penjelasan pasal 37 dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud dengan penggeledahan badan adalah meliputi seluruh bagian badan luar dan dalam,meliputi bagian luar badan dan pakaian serta serta juga bagian dalam ,termasuk seluruh anggota badan.
2.      PENYITAAN
Penyitaan diatur terpisah pada dua tempat sebagian besar diatur pada bab V, bagian keempat, mulai pasal 38 sampai pasal 46,sedangkan sebagian kecil terdapat pada bab XIV, bagian kedua yang dijumpai pada pasal 128 sampai dengan 130
a.       Pengertian Penyitaan
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih ddan atau menyimpan dibawah penguasaanya benda bergerak atau tidak bergerak ,berwujud dan atau tidak berwujud, untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan.
b.      Yang berwenang Menyita
Penyitaan adalah tindakan hukum yang dilakukan pada taraf penyidikan,setelah lewat taraf penyidikan tidak lagi dapat dilakukan penyitaan untuk dan atas nama penyidik.Itu sebabnya pasal 38 dengan tegas menyatakan : penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik .Dengan penegasan pasal 38 tersebut telah ditentukan dengan pasti,hanya penyidik yang berwenang untuk melakukan penyitaan.
c.       Bentuk dan Tatacara Penyitaan
1.      Penyitaan biasa dan Tata Caranya
a.       Harus ada surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri
b.      Memperlihatkan atau Menunjukkan Tanda Pengenal (Pasal 128)
c.       Memperlihatkan benda yang akan disita (Pasal 129)
d.      Penyitaan dan Memperlihatkan Benda sitaan Harus disaksikan oleh Kepala Desa dan ketua lingkungan dan dua orang saksi.
e.       Membuat berita acara penyitaan
f.       Menyampaikan turunan berita acara penyitaan
g.      Membungkus benda sitaan
2.      Cara Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak :
a.       Tanpa Surat izi Ketua Pengadilan Negeri
b.      Hanya terbatas pada benda bergerak saja
c.       Wajib segera melaporkan guna mendaptkan persetujuan
Ketiga poin diatas diatur dalam Pasal 128 sampai 130.
3.      Penyitaan dalam Keadaan Tertangkap Tangan
Penyitan benda dalam keadaan tertangkap tangan merupakan pengecualian penyitaan benda biasa.Dalam keadaan tertangkap tangan penyidik dapat langsung menyita benda atau alat.
a.       Yang ternyata digunakan untuk alat tindak pidana.
b.      Benda atau alat yang patut diduga yang telah dilakukan untuk tindak pidana,atau
c.       Benda lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti
Dalam keadaan tertangkap tangan, sangat luas sangat luas wewenang yang diberikan kepada penyidik, disamping wewenag untuk menyita benda dan alat yang disebut pada pasal 40, Pasal 41 memperluas lagi wewenang itu meliputi segala macam jenis dan bentuk surat atau paket :
a.       Menyita Paket atau Surat
menyerahkan kepada penyidik.
e.       Penyidik memberikan surat tanda terima atas penyerahan benda.
5.      Penyitaan surat atau tulisan
→ pasal 43 “ yang dimaksud dengan surat atau tulisan pada pasal ini adalah surat atau tulisan b.      Atau benda yang pengangkutan atau pengirimanya dilakukan oleh kantor pos atau telkomunikasi, jawatan atau perusahan komunikasi atau pengangkutan.
c.       Asalkan sepanjang surat atau paket atau benda diperuntukkan atau berasal dari tersangka.
d.      Namun dalam penyitaan benda-benda pos atau telkomunikasi yang demikian,Penyidik harus membuat surat tanda terima kepada tersangka atau kepada jawatan perusahan yang bersangkutan.
4.      Penyitaan tidak langsung
Penyitaan tidak langsung → tangan dan upaya paksa penyidik dalam melakukan penyitaan, tidak secara langsung dan nyata dalam pengembalian benda sitaan, tetapi disuruh antar atau disuruh serahkan sendiri oleh orang yang bersangkutan. Tata cara pelaksanaan penyitaan tidak langsung yang diatur dalam Pasal 42 adalah sebagai berikut:
a.       Seseorang yang menguasai atau memegang benda yang dapat disita.
b.      surat-surat yang ada pada seseorang yang berasal dari tersangka atau terdakwa.
c.       Jika benda itu merupakan alat untuk melakukan tindak pidana.
d.      Penyidik memerintahkan kepada orang-orang yang menguasai atau memegang benda untuk yang “disimpan” atau “dikuasai” oleh orang tertentu, dimana orang tertentu yang menyimpan atau menguasai surat itu. Diwajibkan merahasuakannya oleh undang-undang.
Syarat dan cara penyitaan
a.       Hanya dapat disita atas persetujuan mereka yang dibebani kewajiban oleh undang-undang untuk merahasiakan.
b.      Atas “izin khusus” Ketua Pengadilan Negeri, jika tidak ada persetujuan dari mereka.

6.      Penyitaan Minuta Akta Notaris Berpedoman Kepada Surat Mahkamah Agung/pemb/3429/86 dan pasal 43 KUHP
                Benda Yang Dapat Disita
      → Pasal 39
      Ayat (1) : yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
i.                    benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagia hasil dari tindak pidana,
ii.                  benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan tindak pidana,
iii.                benda yang dipergunakan menghalang-halangi penyidikan tindak pidana,
iv.        benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana,
 v.        benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana        yang dilakukan.


1.      Prinsip Penyitaan
·         Penyitaan berupa upaya paksa yang berisi :
Perampasan harta kekayaan seseorang (tersangka atau terdakwa), sebelum putusan perkara memperoleh kekuatan hukum tetap sehingga pada dasarnya tindakan penyitaan mengandung ;
Penghinaan dan bertentangan dengan hak-hak asasi manusia
·         Namun pada sisi lain, dalam hal tertentu demi untuk kepentingan umum dalam rangka menyelesaikan perkara pidana Udang-undang membenarkan penyitaan.
2.      Penyitaan dapat dilakukan dalam setiap tingkat proses pemeriksaan
Hal ini berpedoman pada pasal 39 ayat 2 KUHAP yang menegakan penyitaan untuk kepentingan :
·         Penyidikan
·         Penuntutan, dan
·         Pemeriksaan sidang pengadilan.
i.        Penyimpana benda sitaan
Pasal 44 ayat 1 tempat penyimpanan benda sitaan mesti disimpan di Rupbasan.Untuk upaya mentelamatkan benda sitaan tersebut, telah ditetapkan sarana perangkat yang menjamin keutuhanya berupa :
·         Sarana penyimpanan dalam Rupbasan
·         Penanggung jawab secara pisik,berada pada kepala Rupbasan.
·         Penanggung jawab secara yuridis berada pada penegak hukum.
j.        Penjualan lelang benda sitaan
Yang dimaksud penjualan benda sitaan disini adalah  penjualan yang sesuai dengan pasal 45 KUHAP berupa penjualan lelang yang pemerikasan benda perkaranya masih dalam taraf proses tingkat penyidikan, penuntutan,atau pemeriksaan pengadilan.
1.      Syarat lelang yang perkaranya sedang diperiksa.
·         Apabila benda sitaan mudah rusak atau busuk (perishable goods)
·         Apabila benda sitaan tidak mungkin disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap.
·         Jika biaya benda penyitaan akan terlalu tinggi.
k.      Benda sitaan atas benda terlarang.
1.      Benda terlarang seperti senjata apai tanpa izin,bahan peledak,bahan kimia tertentu dan lain-lain
2.      Benda yang dilarang untuk diedarkan, seperti narkotika,buku atau majalah dan kaset porno,uang palsu dan lain-lain.
Penyelesaian terhadap benda terlarang dan yang terlarang diedarkan hanya dapat diselesaikan dengan dua cara saja :
1.      Benda tersebut dirampas dan dipergunakan untuk kepentingan negara
2.      Alternatif kedua atas benda terlrarang atau benda yang dilarang diedarkan untuk dimusnahkan.

PENGERTIAN, TUJUAN DAN WEWENANG PRAPERADILAN
 PENGERTIAN PRAPERADILAN

Menurut paara pakar hukum, Praperadilan adalah proses sebelum peradilan, praperadilan terdiri dari dua suku kata yaitu kata pra dan kata peradilan. kata pra dalam ilmu bahasa dikenal dengan pemahaman sebelum, sedangkan peradilan adalah proses persidangan untuk mencari keadilan.

Menurut Hartono, Pengertian Praperadilan adalah proses persidangan sebelum sidang masalah pokok perkaranya disidangkan. Pengertian perkara pokok ialah perkara materinya, sedangkan dalam praperadilan proses persidangan hanya menguji proses tata cara penyidikan dan penuntutan, bukan kepada materi pokok saja. Adapun yang dimaksud dengan materi pokoknya adalah materi perkara tersebut, misalnya perkara korupsi, maka materi pokoknya adalah perkara korupsi.

Dalam praperadilan, yang disidangkan atau dalam istilah hukumnya yang diuji adalah masalah tata cara penyidikannya. Contohnya : ketika menangkap tersangka korupsi, apakah yang ditangkap itu betul-betul pelaku korupsi sebagaimana dimaksud dalam laporannya. Selanjutnya, dalam penahanan atau apakah penahanan itu tidak melanggar hukum karena telah lewat waktu penahanannya, apakah keluarga tersangka juga sudah dikirimi pemberitahuan mengenai tindakan penangkapan dan tindakan penahanan.

Dalam pelaksanaan persidangan praperadilan diatur dalam pasal 77 UU No. 8 Tahun 1981 mengenai KUH pidana yang memberikan pengertian praperadilan yang berbunyi sebagai berikut.

Pengadilan negeri berwenang untuk memerikasa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini, mengenai :
(1)    Sah atau tidaknya penangkappan, penahanan, penghentian, penyidikan atau penghentian penuntutan.
(2)    Ganti kerugian atau rehabilitasi terhadap seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

  C.      TUJUAN PRAPERADILAN

Tujuan adanya praperadilan ialah sebagai pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan, agar benar- benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum danUndang- Undang.

  D.      WEWENANG PRAPERADILAN

Adapun wewenang praperadilan adalah sebagai berikut :
(1)    Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa
(2)    Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
(3)    Memeriksa tuntutan ganti rugi
(4)    Memeriksa permintaan rehabilitasi
(5)    Praperadilan tehadap tindakan penyitaan

  E.       PROSES PEMERIKSAAN PRAPERADILAN
(1)    PIHAK YANG BERWENANG MENGAJUKAN PERMOHONAN
Adapun pihak yang berwenang mengajukan permohonan praperadilan ialah
a)      Tersangka, Keluarga atau Kuasanya
b)      Penuntut Umum dan Pihak ketiga yang berwenang
c)       Penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan
d)      Tersangka, Ahli Warisnya atau Kuasanya
e)      Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan menuntut ganti rugi

Adapun pengertian pihak ketiga yang berkepentingan, secara sempit yaitu saksi korban tindak pidana atau pelapor, sedangkan secara luas ditambah dengan masyarakat yang luas yang diwakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat  ( LSM )

(2)    PENGAJUAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN PRAPERADILAN
a)      Permohonan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
b)      Permohonan deregister dalam perkara praperadilan
c)       Ketua Pengadilan Negeri segera menunjuk Hakim dan Panitera
d)      Pemeriksaan dilakukan dengan Hakim Tunggal

Demikian artikel saya untuk kali ini, mudah- mudahan bermanfaat, jangan lupa like n share jika menurut anda ini sesuatu yang penting dan harus diketahui oleh orang banyak, agar kita tidak buta dan dipermainkan oleh HUKUM




PENGERTIAN PRAPENUNTUTAN
 Prapenuntutan adalah sebuah istilah baru yang diperkenalkan KUHAP. Akan tetapi di dalam Pasal 1 yang berisi definisi-definisi istilah yang dipakai KUHAP tidak memuat definisi prapenuntan.
Mengenai pengertian prapenuntan ini belum ada keseragaman pendapat antara para ahli, sehingga tidak ada pendapat yang dapat dijadikan patokan. Kalau kita lihat Pasal 14 tentang prapenuntan maka kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa prapenuntan terletak antara dimulainya penyidkan yang dilakukan oleh penyidik sampai penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke pengadilan).
Harjono Tjitrosubomo, dalam diskusi yang diadakan oleh Lembaga Bantuan Hukum Surabaya tanggal 5 Desember 1981, juga mengatakan ketidakjelasannya tentang apa yang dimaksud dengan prapenuntan itu. Dikatakan, polisi menyerahkan berkas yang mungkin tidak lengkap atau kurang, jika tidak lengkap dikembalikan kepada polisi dengan petunjuk-petunjuk apa yang kurang dan polisi melengkapinya lagi, hal ini menyangkut ketentuan-ketentuan prosedur antara wewenang polisi dan jaksa. Dalam pasal-pasal yang bersangkutan proses antara polisi sampai jaksa tidak ada kata-kata yag menyebutkan prapenuntutan, lalu yang dimaksud dengan prapenuntan itu apa? (Andi Hamzah, 1985:158). 


Lebih lanjut Andi Hamzah (1985:158) menyatakan rupanya yang dimaksud dengan prapenuntutan ialah:
“tindakan-tindakan penuntut umum untuk memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik. Inilah yang terasa janggal, karena memberi petunjuk untuk menyempurnakan  penyidikan disebut prapenuntutan. hal ini dalam aturan lama (HIR), termasuk penyidikan lanjutan”.

Berdasarkan hal tersebut diatas Husein Harun (1991:45) berpendapat bahwa:
“pembuat undang-undang (Dewan Perwakilan Rakyat) hendak menghindari kesan seakan-akan Jaksa atau Penuntut Umum itu mempunyai  wewenang  penyidikan lanjutan,sehingga hal itu disebut  prapeuntutan “
Andi Hamzah (1985:158) lebih lanjut mengatakan, bahwa “prapenuntutan merupakan petunjuk untuk menyempurnakan penyidikan lanjutan”. Sekali lagi ternyata penyidikan dan penututan tidak dipisahkan secara  tajam.
Seandainya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana  mengatur wewenang penuntut umum untuk memanggil  terdakwa  untuk mendengar  pembacaan atau penjelasan tentang surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum, kemudian penuntut umum mencatat apakah terdakwa  telah mengerti dakwaan tersebut dan pada pasal undang-undang pidana  yang menjadi dasarnya sebelum penetapan hari sidang oleh hakim, barulah hal itu disebut prapenuntutan (Andi Hamzah, 1985 :159).
Sehubungan dengan pengertian prapenuntutan ini M. Yahya Harahap (Andi Hamzah, 1985:158) memberikan penjelasan bahwa:
“pada penyerahan tahap pertama, penyidik secara nyata dan fisik menyampaikan berkas perkara  kepada Penuntut Umum, dan Penuntut Umum secara nyata dan fisik menerimanya  dari penyidik”.

Martiman prodjohamijojo  (Andi Hamzah, 1985:160) mengatakan  bahwa:
“Prapenuntutan merupakan wewenang dari penuntut umum. apabila setelah ia menerima dan memeriksa berkas perkara dari penyidik  pembantu dan berpendapat bahwa hasil penyidikan dengan disertai  petunjuk-petunjuk seperlunya (Pasal 14  KUHP ), dalam hal penyidik  segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk yang  diberikan oleh penuntut umum (Pasal  110 ayat (3) KHUP) dan apabila penuntut umum dalam 14 hari tidak mengembalikan hasil penyidikan tersebut, maka dianggap selesai (Pasal 11 ayat (4) KUHP) dan hal ini  tidak boleh dilakukan prapenuntutan lagi”.
   
Memperhatikan rangkaian ketentuan pasal-pasal tersebut, maka yang dimaksud dengan prapenuntutan adalah kewenangan dari penuntutan yang.akan dilakukannya dalam suatu perkara, dengan cara mempelajari/meneliti berkas perkara hasil penyidikan yang diserahkan kepadanya guna melakukan penuntutan telah terpenuhi, maka ia memberitahukan kepada penyidik bahwa hasil penyidikan itu sudah lengkap. sebaliknya bila ternyata hasil penyidikan belum memenuhi  persyaratan persyaratan penuntutan, maka ia akan mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk guna melengkapinya.

            Setelah menguraian beberapa pengertian prapenuntutan dari beberapa ahli hukum,  terdapat persamaan-persamaan yang terletak pada:
a.     bahwa yang dimaksud dengan penuntutan adalah tindakan pengembalian berkas perkara yang dilakukan oleh penyidik guna melengkapi hasil penyidikannya.

b.     bahwa tindakan prapenuntutan belum termasuk dalam lingkup penuntutan,  tetapi masih dalam lingkup penyidikan.

SURAT DAKWAAN

A. Pengertian dan Syarat
Surat Dakwaan adalah sebuah akta yang dibuat oleh penuntut umum yang berisi perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan. Surat dakwaan merupakan senjata yang hanya bisa digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan atas asas oportunitas yang memberikan hak kepada jaksa penuntut umum sebagai wakil dari negara untuk melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku tindak pidana. Demi keabsahannya, maka surat dakwaan harus dibuat dengan sebaik-baiknya sehingga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.      Syarat Formil
Diantara syarat formil yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
1.       Diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penuntut Umum;
2.      Berisi identitas terdakwa/para terdakwa
meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa (Pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP). Identitas tersebut dimaksudkan agar orang yang didakwa dan diperiksa di depan sidang pengadilan adalah benar-benar terdakwa yang sebenarnya dan bukan orang lain.
Apabila syarat formil ini tidak seluruhnya dipenuhi dapat dibatalkanoleh hakim (vernietigbaar) dan bukan batal demi hukum karena dinilai tidak jelas terhadap siapa dakwaan tersebut ditujukan. 

b.   Syarat Materiil
1.       Menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan
Dalam menyusun surat dakwaan, Penguraian unsur mengenai waktu tindak pidana dilakukan adalah sangat penting karena hal ini berkaitan dengan hal-hal mengenai azas legalitas, penentuan recidive, alibi, kadaluarsa, kepastian umur terdakwa atau korban, serta hal-hal yang memberatkan terdakwa. Begitu juga halnya dengan penguraian tentang tempat terjadinya tindak pidana dikarenakan berkaitan dengan kompetensi relatif pengadilan, ruang lingkup berlakunya UU tindak pidana serta unsur yang disyaratkan dalam tindak pidana tertentu misalnya “di muka umum, di dalam pekarangan tertutup) dan lain-lain.
2.      Memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.
a.    Uraian Harus Cermat
Dalam penyusunan surat dakwaan, penuntut umum harus bersikapcermat/ teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadi kekurangan dan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan. 
b.    Uraian Harus Jelas
Jelas adalah penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-unsur tindak pidana/ delik yang didakwakan secara jelas dalam arti rumusan unsur-unsur delik harus dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan kata lain uraian unsur-unsur delik yang dirumuskan  dalam pasal yang didakwakan harus dapat dijelaskan/ digambarkan dalam bentuk fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Sehingga dalam uraian unsur-unsur dakwaan dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai Pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mede dader/pleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger) atau hanya sebagai pembantu (medeplichting). Apakah unsur yang diuraikan tersebut sebagai tindak pidana penipuan atau penggelapan atau pencurian dan sebagainya. Dengan perumusan unsur tindak pidana secara jelas dapat dicegah terjadinya kekaburan dalam surat dakwaan (obscuur libel). Pendek kata, jelas berarti harus menyebutkan :
1.      Unsur tindak pidana yang dilakukan;
2.      fakta dari perbuatan materiil yang mendukung setiap unsur delik;
3.      cara perbuatn materiil dilakukan.
c.    Uraian Harus Lengkap
Lengkap adalah bahwa dalam menyusun surat dakwaan harus diuraikan unsur-unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam UU secara lengkap dalam arti tidak boleh ada yang tercecer/ tertinggal tidak tercantum dalam surat dakwaan. Surat dakwaan harus dibuat sedemikian rupa dimana semua harus diuraikan, baik unsur tindak pidana yang didakwakan, perbuatan materiil, waktu dan tempat dimana tindak pidana dilakukan sehingga tidak satupun yang diperlukan dalam rangka usaha pembuktian di dalam sidang pengadilan yang ketinggalan.
            Sebelum membuat Surat Dakwaan yang perlu diperhatikan tindak pidana yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan ialah pasal yang mengatur tindak pidana tersebut. Apabila penuntut sudah yakin atas tindak pidana yang akan didakwakan melanggar pasal terntu dalam KUHP, lalu yang perlu dilakukan oleh Penuntut Umum adalah membuat matriks tindak pidana tersebut. Matriks adalah kerangka dasar sebagai sarana mempermudah dalam pembuatan Surat Dakwaan. Matriks disusun sesuai dengan isi dan maksud pasal 143 KUHAP, karena Surat Dakwaan terancam batal apabila tidak memenuhi pasal 143 ayat (2) a dan b KUHAP. Bentuk matriks tersebut adalah sebagai berikut.
Syarat Formil
Syarat Materiil
Alat Bukti
Kualifikasi
Identitas Terdakwa
Locus & Tempus delictie
Pasal Delik
Unsur Pasal Delik
Perbuatan Materiil
Uraian Matriks
Ø  Identitas Tersangka/terdakwa
Dalam menyusun urutan identitas tersangka atau terdakwa disesuaikan dengan urutan yang diatur dalam pasal 143 (2) a KUHAP
Ø  Locus & Tempus Delictie
Tempat dan waktu terjadinya delik dinyatakan jelas :
a.  Tempat :  disebutkan kampung, kelurahan, kecamatan dan kabupaten
b.  Waktu   :  dijelaskan jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dan juga disebutkan waktu yang lain apabila dalam undang-undang itu ditentukan
Ø  Pasal Delik yang dilanggar
Pasal dari delik yang akan didakwakan harus jelas
Ø  Unsur delik
Unsur delik disusun sesuai dengan bunyi undang-undangnya, unsur delik ditulis dengan terperinci dan unsur dari satu tindak pidana tidak boleh lebih dari satu pun ketinggalan
Ø  Perbuatan materiil atau fakta
-     uraian perbuatan materiil harus berupa pengertian yuridis dan perbuatan yang menggambarkan dari tiap unsur delik
-     Uraian harus jelas dari tiap unsur delik dan terpisah antara unsur delik satu dengan unsur delik yang lain
Ø  Alat bukti
Alat bukti di sini adalah semua alat bukti yang sah menurut hukum yang terdapat dalam Berita Acara dan mendukug pembuktian tindak pidana yang didakwakan.
Ø  Kualifikasi
Dengan uraian perbuatan materiil yang didukung oleh alat bukti dapat ditentukan kualifikasi tindak pidana yang akan dibuktikan di muka sidang pengadilan.
            Surat dakwaan disusun sesuai dengan isi matriks (seperti di atas) secara cermat, jelas dan lengkap sesuai dengan syarat formil dan materiil yang diatur dalam pasal 143 (2) a dan b KUHAP.
B.     Bentuk Surat Dakwaan
Dalam KUHAP tidak pernah diatur berkenaan dengan bentuk dan susunan dari Surat Dakwaan. Sehingga dalam praktek hukum masing-masing penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan pada umumnya dipengaruhi oleh strategi dan rasa seni sesuai dengan pengalaman prakteknya masing-masing namun demikian tetap berdasarkan pada persyaratan yang diatur dalalm pasal 143 ayat 2 KUHAP. Dalam praktek hukum dikenal beberapa bentuk surat dakwaan antara lain :
1)      Surat Dakwaan Tunggal
Dalam Surat Dakwaan tunggal terhadap terdakwa hanya didakwakan melakukan satu tindak pidana saja yang mana penuntut umum merasa yakin bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut, misalnya penuntut umum merasa yakin apabila terdakwa telah melakukan perbuatan “pencurian” sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP maka terdakwa hanya didakwa dengan pasal 362 KUHP.
2)     Surat Dakwaan Subsider/Berlapis
Dalam Surat Dakwaan yang berbentuk subsider di dalamnya dirumuskan beberapa tindak pidana secara berlapis dimulai dari delik yang paling berat ancaman pidannya sampai dengan yang paling ringan. Akan tetapi yang sesungguhnya didakwakan terhadap terdakwa terdakwa dan yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan hanya “satu” dakwaan. Dalam hal ini pembuat dakwaan bermaksud agar hakim memeriksa  Dalam praktiknya Surat Dakwaan disusun sebagai berikut:
Primair:
Bahwa ia terdakwa …………………dst (melanggar pasal 340 KUHP)
Subsidair:
Bahwa ia terdakwa …………………dst (melanggar pasal 338 KUHP)
Lebih Subsidair :
Bahwa ia terdakwa …………………dst (melanggar pasal 355 ayat (2) KUHP)
3)     Surat Dakwaan Alternatif
Dalam Surat Dakwaan yang berbentuk alternatif, rumusannya mirip dengan  bentuk Surat Dakwaan Subsidair, yaitu yang didakwakan adalah beberapa delik, tetapi sesungguhnya dakwaan yang dituju dan yang harus dibuktikan hanya satu tindak pidana. Jadi terserah kepada penuntut umum tindakan mana yang dinilai telah berhasil dibuktikan di depan pengadilan tanpa terkait pada urutan dari tindak pidana yang didakwakan. Sering terjadi penuntut umum mendapatkan suatu kasus pidana yang sulit menentukan salah satu pasal diantara 2-3 pasal yang saling berkaitan unsurnya, karena tidak pidana itu unsure yang menimbulkan keraguan bagi penuntut umum untuk menentukan diantara 2 pasal atau lebih atas satu tindak pidana. Dalam praktek disusun sebagai berikut :
Pertama:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 362 KUHP)
Atau
Kedua :
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 372 KUHP)
Atau
Ketiga :
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 378 KUHP)
4)     Surat Dakwaan Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan Kumulatif didakwakan secara serempak beberapa delik/ dakwaan yang masing-masing berdiri sendiri (Samenloop/Concursus/ Perbarengan), yang dalam praktik disusun sebagai berikut:
Kesatu :
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 365 KUHP)
Kedua:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 368 KUHP)
Ketiga:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 378 KUHP)
5)     Surat Dakwaan Kombinasi
Dalam Surat Dakwaan Kombinasi didakwakan beberapa delik secara kumulatif yang terdiri dari dakwaan subsider dan dakwaan alternatif secara serempak/ sekaligus, yang dalam praktik disusun sebagai berikut :
Kesatu :
Primair:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 340 KUHP)
Subsidair:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 338 KUHP)
Kedua :
Pertama:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 368 KUHP)
Atau
Kedua:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 378 KUHP)
Atau
Ketiga :
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 372 KUHP)






                                                                BAB III
                                                             PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari makalah yang kita simak di atas menjelaskan bahwa penangkapan dan penahanan ,penggledahan dan penyitaan ,praperadilan ,prapenuntutan ,dan pentingnya surat dakwaan adalah serangkaian proses dalam beracara acara hukum pidana.
B.     Saran
Saran dari penyusun yaitu sebaiknya dalam bercara pidana prosesnya lebih diperbaik lagi karena masih ada yang merasa bahwa dalam beracara pidana masih sangat merepotkan dan menghabiskan biaya yang banyak.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

contoh proposal lomba tata upacara bendera dan baris berbaris (LTUB)

CONTOH LAPORAN MPLS TAHUN 2017

form penilaian sholat dhuha