makalah penangkapan penyidikan dan penggeladahan
MAKALAH
PENANGKAPAN
DAN PENYIDIKAN,PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN ,PENTINGNYA
PRAPERADILAN,PRAPENUNTUTAN DAN PENTINGNYA SURAT DAKWAAN
DOSEN : SRI ENDAH
INDRIAWATI.,S.H.,M.H.
MATA KULIAH : HUKUM ACARA
PIDANA
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :
KELAS : C.310
(Reg.C)
ANGGOTA KELOMPOK
2 :
1. Achmad Zubir. F (2016021091)
2. Andre O.T (2016020125)
3. Dede. Z (2016020244)
4. Faisal R.D (2016020541)
5. Jumiawati (2016020623)
6. Puji pangesti (2016021082)
7. Sandy R.W (2016020186)
8. Wirawan. S (2014020078)
FAKULTAS ILMU HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam
profesi keguruan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.
Tangerang, Maret 2018
Penyusun
i
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................i
DAFTAR ISI........................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................1
1.1
Latar
Belakang......................................................1
1.2
Rumusan Masalah................................................2
1.3
Tujuan..................................................................2
1.4
Manfaat...............................................................2
BAB III
PEMBAHASAN........................................................3
2.1 Pengertian
Penangkapan dan Penahanan.............3
2.2 Pengertian
Penggledahan dan Penyitaan.............4
2.3 Arti pentingnya
praperadilan...............................9
2.4 Arti
prapenuntutan..............................................16
2.5 Arti pentingnya
surat dakwaan............................20
BAB III PENUTUP......................................................................22
3.1
Kesimpulan..........................................................29
ii
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum
yang demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas
kekuasaan semata-mata. Maka dari itu, Indonesiamembutuhkan yang namanya
sebuah hukum yang hidup atau yang berjalan, dengan hukum itu diharapkan akan
terbentuk suasana yang tentram dan teratur bagi kehidupan
masyarakan Indonesia. Tak lepas dari itu, hukum tersebut juga butuh
ditegakkan, demi membela dan melindungi hak-hak setiap warga Negara.
Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur
bagaimana Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya
untuk memidana atau membebaskan pidana.
Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana
juga mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses pidana.
Proses pidana yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi)
pada tingkat penyidikan.
Latar belakang yang melandasi munculnya KUHAP yaitu :
- HIR yang hanya mengatur tentang landraad dan raad van justitie
- UUD
- Pengakuan HAM
- Jaminan bantuan hukum dan ganti rugi
B. Rumusan
Masalah
Dalam perumusan makalah ini, penulis merumuskan beberapa kriteria yang
akan dibahas dalam makalah ini. Kiranya dengan rumusan masalah ini, telah
sedikit mewakili dari seluruh isi makalah ini. Diantaranya yaitu :
1. Apa pengertian penangkapan dan
penahanan
2. Apa penggledahan dan penyitaan
3. Arti pentingnya praperadilan
4. Arti prapenuntutan
5. Arti pentingnya surat
dakwaan
C. Tujuan
dan Kegunaan
Adapun tujuan dan kegunaan dari makalah yang penulis buat ini yaitu :
1. Untuk mengetahui dan memahami penangkapan dan penahanan
,penggledahan dan penyitaan ,pentingnya praperadilan, prapenuntutan dan
pentingnya surat dakwaan.
2. Guna menambah wawasan dan pengetahuan bagi para mahasiswa
mengenai penangkapan dan penahanan, penggeledahan dan peyitaan , pentingnya
praperadilan, prapenuntutan dan pentingnya surat dakwaan.
3. Dapat bermanfaat dan memberikan informasi dalam tentang Hukum Acara
Pidana dan permasalannya.
BAB II
PEMBAHASAN
PENANGKAPAN
DAN PENAHANAN
Penangkapan
Penangkapan (1) adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan
sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti
guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
(Pasal 1 Angka 20 UU Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana). Penangkapan (2) adalah
suatu tindakan Penyidik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berupa
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan
dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1
Angka 17 UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer).
Pengertian penahanan
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh
penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 ke 20 KUHAP).
PENGELEDAHAN
DAN PENYITAAN
A.
Pengertian
Penggeledahan
Penggeledahan
adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk memasuki dan
melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan
pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang.Bahkan tidak hanya melakukan
pemeriksaan ,tapi bisa juga sekali gus untuk melakukan penangkapan dan
penyitaan.
Hal ini
sesuai dengan KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 32 Untuk kepentingan penyidikan, penyidik
dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau
penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Mengenai Penggeledahan hal ini diatur dalam UU No 8 Tahun 1981 pasal 32 sampai
37.
B.
Pejabat yang berwenang Menggeledah
Wewenang
penggeladahan semata-mata hanya diberikan kepada pihak penyidik,baik penyidik
Polri maupun penyidik pegawai negri sipil (PNS).Penuntut umum tidak memiliki
wewenang untuk menggeledah,demikian juga hakim pada semua tingkat peradilan,
tidak mempunyai wewenang untuk itu.Penngeledahan benar-benar ditempatkan pada
pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan ,tidak terdapat pada tingkatan
pemeriksaan selanjutnya baik dalam taraf tuntutan dan pemeriksaan
peradilan.Pemberian fungsi itu sesuai dan sejalan dengan tujuan dan pengertian
penggeledahan, yang bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan fakta dan bukti
serta dimasukan untuk mendapatkan orang yang diduga keras sebagai tersangka
pelaku tindak pidana.
Akan tetapi
dalam melaksanakan wewenang penggeledahan ,penyidik tidak seratus persen
berdiri sendiri,penyidik diawasi dan dikaitkandengan Ketua Pengadilan Negri
dalam melakukan setiap penggeledahan .Pada setiap tindakan penggeledahan
,penyidik wajib memerlukan bantuan dan pengawasan ketua Pengadilan
Negri,bantuan itu berupa keharusan:
1.
Kalau
keadaan penggeledahan secara biasa atau dalam keadaan normal penggeledahan baru
dapat dilakukan penyidik ,setelah lebih dulu mendapat izin dari ketua
Pengadilan Negri .
2. Dalam
keadaan luar biasa dan mendesak ,penyidik dapat melakukan penggeledahan
tanpa lebih dulu mendapatkan izin dari ketuan Pengadilan Negeri ,namun segera
sesudah penggeledahan ,penyidik wajib meminta persetujuan ketua Pengadilan Negeri
setempat.
C.
Waktu Penggeledahan
Penggeledahan
yang baik dan tepat adalah apabila penggeledahan dilakukan disiang hari,hal ini
disebabkan pada siang hari anak-anak tersangka sedang berada di sekolah dan
tetanggapun sibuk diluar rumah,kecuali dalam hal-hal tertentu.Sama-sama kita
ketahui bahwa penggeladahan menimbulkan akibat yang luas terhadap kehidupan
pribadi dan mengundang perhatian masyarakat,maka waktu penggeledahan harus
dipilih dengan tepat.Sementara itu penggeledahaan pada malam hari adalah saat
yang tidak tepat dan tidak baik,karena penggeledahan pada tengah malam akan
menimbulkan ketakutan dan kekagetan yang sangat ,trauma bagi anak-anak,itu
sebabnya berdasarkan Stbl 1865, pasal 3,melarang penggeledahan rumah dilakukan
pada malam hari .Oleh karena itu penggeledahan sebisa mungkin untuk bisa
dilakukan pada siang hari,itupun hendaknya dicari waktu dan momen yang dapat
menghindari akibat sampingan,yang bisa merusak pertumbuhan kejiwaan dan mental
anak-anak dan keluarga tersangka.
D.
Penngeledahan Rumah Tempat kediaman
Membicarakan
penggeledahan rumah tempat kediaman, dapat dibedakn sifatnya.pertama bersifat
biasa atau dalam keadaan normal,kedua bersifat atau dalam keadaan yang
sangat perlu dan mendesak.perbedaan sifat ini dengan sendirinya membawa
perbedaan dalam tata cara pelaksanaan.[3]
1. Penggeledahan
Biasa
Penngeledahan
biasa diatur dalam pasal 33 KUHAP.Tata cara penggeledahan yang diatur dalam
pasal 33 pada saranya merupakan aturan pedoman umum penggeledahan.
Tata cara
penggeladahan dalam hal biasa.
a.
Harus
ada surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat
b. Petugas
Kepolisian membawa dan memperlihatkan surat tugas
c. Setiap
penggeledahan rumah tempat kediaman harus ada pendamping
1. Didampingi
dua orang saksi,jika tersangka atau penghuni rumah yang dimasuki dan digeledah
menyetujui.
2. Jika
tersangka atau penghuni rumah tidak setuju, dan tidak menghadiri, maka petugas
harus menghadirkan Kepala Desa atau Kepala Lingkungan (RW/RW) sebagai saksi dan
ditambah dua orang saksi lain yang diambil dari lingkungan warga yang
bersangkutan.
d. Kewajiban
membuat berita acara penggeledahan (Diatur dalam Pasal 126 dan 127 KUHAP)
1. Dalam
waktu dua hari atau paling lambat dalam tempo dua hari setelah memasuki rumah
dan atau menggeledah rumah ,harus dibuat berita acara yang memuat penjelasan
tentang jalanya dan hasil penggeledahan rumah.
2. Setelah
berita acara siap dibuat ,penyidik atau petugas yang melakukan penggeledahan
membacakan lebih dulu berita acara kepada yang bersangkutan.
3. Setelah
siap dibacakan ,kemudian berita acara penggeledahan :
· Diberi
tanggal
· Ditanda
tangani oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni rumah
serta oleh kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan
· Dalam
hal tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu dicatat
dalam berita acara dan sekali gus menyebut alasan penolakanya.
4. Penyampaian
turunan berita acara penggeledahan rumah .Turunan berita acara penggeledahan
rumah yang telah ditandatangani oleh pihak yang terkait,disampaikan kepada
pemilik atau penghuni rumah.
e. Penjagaan
rumah atau tempat.Hal ini diatur dalam Pasal 127 KUHAP yang memberikan wewenang
kepada penyidik untuk :
1. Mengadakan
penjagaan terhadap rumah yang digeledah.
2. Penyidik
jika dianggap perlu dapat menutup tempat yang digeledah.
3. Disampaing
hal-hal yang dijelaskan diatas, penyidik berhak memerintahkan setiap setiap orang
yang dianggap perlu untuk tetap tinggal ditempat penggeledahan selama
penggeledahan masih berlangsung.
2. Penggeledahan
dalam keadaan mendesak
Hal ini
diatur dalam pasal 34 KUHAP yang menegaskan: dalam keadaan yang sangat perlu
dan mendesak,bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk
lebih dulu mendapat surat izin Ketua Pengadilan Negeri, penyidik dapat langsung
bertindak mengadakan penggeledahan.
Tata cara
penggeledahan dalam keadaan mendesak :
1. Penggeladahan
dapat langgsung dilaksanakan tanpa terlebih dahulu ada izin ketua Pengadilan
Negeri.Tempat-tempat yang digeledah meliputi :
· Pada
halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada.dan yang ada di
atasnya.
· Pada
setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal,berdiam atau ada.
· Ditempat
penginapan dan tempat umum lainnya.
2. Dalam
tempo dua hari setelah penggeledahan ,penyiidik membuat berita acara,yang
berisi jalanya dan hasil enggeledahan.
· Berita
acara dibacakan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan
· Diberi
tanggal
· Ditanda
tangani oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni rumah
serta oleh kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan
· Dalam
hal tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu dicatat
dalam berita acara dan sekali gus menyebut alasan penolakanya.
3. Kewajiban
penyidik segera melapor:
· Melaporkan
penggeledahan yang telah dilakukan kepada ketua pengadilan negeri,dan
· Sekaligus
dalam laporan itu penyidik meminta persetujuan ketua pengadilan negeri atas
penggeledahan yang telah dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak.
f. Larangan
memasuki tempat tertentu
Pembuat UU
telah memberikan penghormatan yang tinggi yang mulia terhada beberapa tempat
tertentu,selama dalam tempat tertentu sedang berlangsung upacara peradatan ,UU
melarang penyidik memasuki dan melakukan penggeledahan didalamnya,kecuali dalam
hal hal tertangkap tangan,selain dari pada tertangkap tangan penyidik dilarang
bertindak memasuki dan melakukan penggeledahan pada saat :
1. ruang
dimana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
2. Tempat
sedang berlangsung ibadah atau upacara keagamaan,dan
3. Ruang
dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.
g. Penggeledahan
di Luar Daerah Hukum
Dalam hal
ini penyidik memperkirakan alternatif terbaik yang harus
ditempuh,ditinjau dari efektivitas dan sfisiensi penyidik yang bersangkutan
kurang memahami seluk beluk daerah lain tempak dimana penggeledahan akan
dilakukan,demikian juga halanya mengenai efisiensi,untuk apa harus membuang
tenaga biaya dan waktu jika penggeledahan dapat dilimpahkan atau didelegasikan
kepada penyidik yang ada di daerah tersebut.Dalam Pasal 36 KUHAP disebutkan;
Dalam hal
penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan
tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut
harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari
daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.
h. Penggeledahan
Badan.
Mengenai
penggeledahan badan dijelaskan pada apasal 1 butur 18 yang berbunyi : Penggeledahan
badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan pakaian
tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau
dibawanya serta untuk disita.
Selanjutnya,
penjelasan pasal 37 mengutarakan lagi, penggeladahan badan meliputi pemeriksaan
rongga badan, yang wanita dilakukan oleh pejabat wanita.
1. Jangkauan
Penggeledahan Badan
Untuk
mengetahui sejauh mana penggeledahan badan,harus menggabungkan pasal 1 butir 18
dengan penjelasan pasal 37
· Pasal
1 butir 18 dijelaskan, enggeledahan badan meliputi pemeriksaan badan atau
pakaian tersangka.
· Pada
penjelasan pasal 37 disebutkan,penggeledahan badan meliputi pemeriksaan rongga
badan.
Dengan
pengembangan pasal 1 butir 18 dengan penjelasan pasal 37 dapat ditarik
kesimpulan yang dimaksud dengan penggeledahan badan adalah meliputi seluruh
bagian badan luar dan dalam,meliputi bagian luar badan dan pakaian serta serta
juga bagian dalam ,termasuk seluruh anggota badan.
2. PENYITAAN
Penyitaan
diatur terpisah pada dua tempat sebagian besar diatur pada bab V, bagian
keempat, mulai pasal 38 sampai pasal 46,sedangkan sebagian kecil terdapat pada
bab XIV, bagian kedua yang dijumpai pada pasal 128 sampai dengan 130
a. Pengertian
Penyitaan
Penyitaan
adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih ddan atau menyimpan
dibawah penguasaanya benda bergerak atau tidak bergerak ,berwujud dan atau
tidak berwujud, untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan.
b. Yang
berwenang Menyita
Penyitaan
adalah tindakan hukum yang dilakukan pada taraf penyidikan,setelah lewat taraf
penyidikan tidak lagi dapat dilakukan penyitaan untuk dan atas nama
penyidik.Itu sebabnya pasal 38 dengan tegas menyatakan : penyitaan hanya dapat
dilakukan oleh penyidik .Dengan penegasan pasal 38 tersebut telah ditentukan
dengan pasti,hanya penyidik yang berwenang untuk melakukan penyitaan.
c. Bentuk
dan Tatacara Penyitaan
1. Penyitaan
biasa dan Tata Caranya
a. Harus
ada surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri
b. Memperlihatkan
atau Menunjukkan Tanda Pengenal (Pasal 128)
c. Memperlihatkan
benda yang akan disita (Pasal 129)
d. Penyitaan
dan Memperlihatkan Benda sitaan Harus disaksikan oleh Kepala Desa dan ketua
lingkungan dan dua orang saksi.
e. Membuat
berita acara penyitaan
f. Menyampaikan
turunan berita acara penyitaan
g. Membungkus
benda sitaan
2. Cara
Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak :
a. Tanpa
Surat izi Ketua Pengadilan Negeri
b. Hanya
terbatas pada benda bergerak saja
c. Wajib
segera melaporkan guna mendaptkan persetujuan
Ketiga poin
diatas diatur dalam Pasal 128 sampai 130.
3. Penyitaan
dalam Keadaan Tertangkap Tangan
Penyitan
benda dalam keadaan tertangkap tangan merupakan pengecualian penyitaan benda
biasa.Dalam keadaan tertangkap tangan penyidik dapat langsung menyita benda
atau alat.
a. Yang
ternyata digunakan untuk alat tindak pidana.
b. Benda
atau alat yang patut diduga yang telah dilakukan untuk tindak pidana,atau
c. Benda
lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti
Dalam
keadaan tertangkap tangan, sangat luas sangat luas wewenang yang diberikan
kepada penyidik, disamping wewenag untuk menyita benda dan alat yang disebut
pada pasal 40, Pasal 41 memperluas lagi wewenang itu meliputi segala macam
jenis dan bentuk surat atau paket :
a. Menyita
Paket atau Surat
menyerahkan
kepada penyidik.
e. Penyidik
memberikan surat tanda terima atas penyerahan benda.
5. Penyitaan
surat atau tulisan
→ pasal 43 “ yang dimaksud dengan surat
atau tulisan pada pasal ini adalah surat atau tulisan b. Atau
benda yang pengangkutan atau pengirimanya dilakukan oleh kantor pos atau
telkomunikasi, jawatan atau perusahan komunikasi atau pengangkutan.
c. Asalkan
sepanjang surat atau paket atau benda diperuntukkan atau berasal dari
tersangka.
d. Namun
dalam penyitaan benda-benda pos atau telkomunikasi yang demikian,Penyidik harus
membuat surat tanda terima kepada tersangka atau kepada jawatan perusahan yang
bersangkutan.
4. Penyitaan
tidak langsung
Penyitaan
tidak langsung → tangan dan upaya paksa penyidik dalam melakukan penyitaan,
tidak secara langsung dan nyata dalam pengembalian benda sitaan, tetapi disuruh
antar atau disuruh serahkan sendiri oleh orang yang bersangkutan. Tata cara
pelaksanaan penyitaan tidak langsung yang diatur dalam Pasal 42 adalah sebagai
berikut:
a. Seseorang
yang menguasai atau memegang benda yang dapat disita.
b. surat-surat
yang ada pada seseorang yang berasal dari tersangka atau terdakwa.
c. Jika
benda itu merupakan alat untuk melakukan tindak pidana.
d. Penyidik
memerintahkan kepada orang-orang yang menguasai atau memegang benda untuk yang
“disimpan” atau “dikuasai” oleh orang tertentu, dimana orang tertentu yang
menyimpan atau menguasai surat itu. Diwajibkan merahasuakannya oleh
undang-undang.
Syarat
dan cara penyitaan
a. Hanya
dapat disita atas persetujuan mereka yang dibebani kewajiban oleh undang-undang
untuk merahasiakan.
b. Atas
“izin khusus” Ketua Pengadilan Negeri, jika tidak ada persetujuan dari mereka.
6. Penyitaan
Minuta Akta Notaris Berpedoman Kepada Surat Mahkamah Agung/pemb/3429/86 dan
pasal 43 KUHP
Benda Yang Dapat Disita
→ Pasal 39
Ayat (1) : yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
i.
benda
atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dari tindak pidana atau sebagia hasil dari tindak pidana,
ii.
benda
yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkan tindak pidana,
iii.
benda
yang dipergunakan menghalang-halangi penyidikan tindak pidana,
iv. benda
yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana,
v. benda
lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
1. Prinsip
Penyitaan
· Penyitaan
berupa upaya paksa yang berisi :
Perampasan
harta kekayaan seseorang (tersangka atau terdakwa), sebelum putusan perkara
memperoleh kekuatan hukum tetap sehingga pada dasarnya tindakan penyitaan
mengandung ;
Penghinaan
dan bertentangan dengan hak-hak asasi manusia
· Namun
pada sisi lain, dalam hal tertentu demi untuk kepentingan umum dalam rangka
menyelesaikan perkara pidana
Udang-undang membenarkan penyitaan.
2. Penyitaan
dapat dilakukan dalam setiap tingkat proses pemeriksaan
Hal ini
berpedoman pada pasal 39 ayat 2 KUHAP yang menegakan penyitaan untuk
kepentingan :
· Penyidikan
· Penuntutan,
dan
· Pemeriksaan
sidang pengadilan.
i. Penyimpana
benda sitaan
Pasal 44
ayat 1 tempat penyimpanan benda sitaan mesti disimpan di Rupbasan.Untuk upaya
mentelamatkan benda sitaan tersebut, telah ditetapkan sarana perangkat yang
menjamin keutuhanya berupa :
· Sarana
penyimpanan dalam Rupbasan
· Penanggung
jawab secara pisik,berada pada kepala Rupbasan.
· Penanggung
jawab secara yuridis berada pada penegak hukum.
j. Penjualan
lelang benda sitaan
Yang
dimaksud penjualan benda sitaan disini adalah penjualan yang sesuai
dengan pasal 45 KUHAP berupa penjualan lelang yang pemerikasan benda perkaranya
masih dalam taraf proses tingkat penyidikan, penuntutan,atau pemeriksaan
pengadilan.
1. Syarat
lelang yang perkaranya sedang diperiksa.
· Apabila
benda sitaan mudah rusak atau busuk (perishable goods)
· Apabila
benda sitaan tidak mungkin disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara
yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap.
· Jika
biaya benda penyitaan akan terlalu tinggi.
k. Benda
sitaan atas benda terlarang.
1. Benda
terlarang seperti senjata apai tanpa izin,bahan peledak,bahan kimia tertentu
dan lain-lain
2. Benda
yang dilarang untuk diedarkan, seperti narkotika,buku atau majalah dan kaset
porno,uang palsu dan lain-lain.
Penyelesaian
terhadap benda terlarang dan yang terlarang diedarkan hanya dapat diselesaikan
dengan dua cara saja :
1. Benda
tersebut dirampas dan dipergunakan untuk kepentingan negara
2. Alternatif
kedua atas benda terlrarang atau benda yang dilarang diedarkan untuk
dimusnahkan.
PENGERTIAN,
TUJUAN DAN WEWENANG PRAPERADILAN
PENGERTIAN
PRAPERADILAN
Menurut
paara pakar hukum, Praperadilan adalah proses sebelum peradilan, praperadilan
terdiri dari dua suku kata yaitu kata pra dan kata peradilan.
kata pra dalam ilmu bahasa dikenal dengan pemahaman sebelum,
sedangkan peradilan adalah proses persidangan untuk mencari keadilan.
Menurut
Hartono, Pengertian Praperadilan adalah proses persidangan sebelum sidang
masalah pokok perkaranya disidangkan. Pengertian perkara pokok ialah perkara
materinya, sedangkan dalam praperadilan proses persidangan hanya menguji proses
tata cara penyidikan dan penuntutan, bukan kepada materi pokok saja. Adapun
yang dimaksud dengan materi pokoknya adalah materi perkara tersebut, misalnya
perkara korupsi, maka materi pokoknya adalah perkara korupsi.
Dalam
praperadilan, yang disidangkan atau dalam istilah hukumnya yang diuji adalah
masalah tata cara penyidikannya. Contohnya : ketika menangkap tersangka
korupsi, apakah yang ditangkap itu betul-betul pelaku korupsi sebagaimana
dimaksud dalam laporannya. Selanjutnya, dalam penahanan atau apakah penahanan
itu tidak melanggar hukum karena telah lewat waktu penahanannya, apakah
keluarga tersangka juga sudah dikirimi pemberitahuan mengenai tindakan
penangkapan dan tindakan penahanan.
Dalam
pelaksanaan persidangan praperadilan diatur dalam pasal 77 UU No. 8 Tahun 1981
mengenai KUH pidana yang memberikan pengertian praperadilan yang berbunyi
sebagai berikut.
Pengadilan negeri
berwenang untuk memerikasa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam UU ini, mengenai :
(1) Sah
atau tidaknya penangkappan, penahanan, penghentian, penyidikan atau penghentian
penuntutan.
(2) Ganti
kerugian atau rehabilitasi terhadap seorang yang perkara pidananya dihentikan
pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
C. TUJUAN
PRAPERADILAN
Tujuan
adanya praperadilan ialah sebagai pengawasan horizontal atas tindakan upaya
paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan
penyidikan atau penuntutan, agar benar- benar tindakan itu tidak bertentangan
dengan ketentuan hukum danUndang- Undang.
D. WEWENANG
PRAPERADILAN
Adapun
wewenang praperadilan adalah sebagai berikut :
(1) Memeriksa
dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa
(2) Memeriksa
sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
(3) Memeriksa
tuntutan ganti rugi
(4) Memeriksa
permintaan rehabilitasi
(5) Praperadilan
tehadap tindakan penyitaan
E. PROSES
PEMERIKSAAN PRAPERADILAN
(1) PIHAK YANG
BERWENANG MENGAJUKAN PERMOHONAN
Adapun pihak
yang berwenang mengajukan permohonan praperadilan ialah
a) Tersangka,
Keluarga atau Kuasanya
b) Penuntut
Umum dan Pihak ketiga yang berwenang
c) Penyidik
atau pihak ketiga yang berkepentingan
d) Tersangka,
Ahli Warisnya atau Kuasanya
e) Tersangka
atau pihak ketiga yang berkepentingan menuntut ganti rugi
Adapun
pengertian pihak ketiga yang berkepentingan, secara sempit yaitu saksi korban tindak
pidana atau pelapor, sedangkan secara luas ditambah dengan masyarakat yang luas
yang diwakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM )
(2) PENGAJUAN
DAN TATA CARA PEMERIKSAAN PRAPERADILAN
a) Permohonan
ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
b) Permohonan
deregister dalam perkara praperadilan
c) Ketua
Pengadilan Negeri segera menunjuk Hakim dan Panitera
d) Pemeriksaan
dilakukan dengan Hakim Tunggal
Demikian
artikel saya untuk kali ini, mudah- mudahan bermanfaat, jangan lupa like n
share jika menurut anda ini sesuatu yang penting dan harus diketahui oleh orang
banyak, agar kita tidak buta dan dipermainkan oleh HUKUM
PENGERTIAN
PRAPENUNTUTAN
Prapenuntutan
adalah sebuah istilah baru yang diperkenalkan KUHAP. Akan tetapi di dalam Pasal
1 yang berisi definisi-definisi istilah yang dipakai KUHAP tidak memuat
definisi prapenuntan.
Mengenai pengertian prapenuntan ini belum ada keseragaman
pendapat antara para ahli, sehingga tidak ada pendapat yang dapat dijadikan
patokan. Kalau kita lihat Pasal 14 tentang prapenuntan maka kita dapat menarik
suatu kesimpulan bahwa prapenuntan terletak antara dimulainya penyidkan yang
dilakukan oleh penyidik sampai penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke
pengadilan).
Harjono Tjitrosubomo, dalam diskusi yang diadakan oleh
Lembaga Bantuan Hukum Surabaya tanggal 5 Desember 1981, juga mengatakan
ketidakjelasannya tentang apa yang dimaksud dengan prapenuntan itu. Dikatakan,
polisi menyerahkan berkas yang mungkin tidak lengkap atau kurang, jika tidak
lengkap dikembalikan kepada polisi dengan petunjuk-petunjuk apa yang kurang dan
polisi melengkapinya lagi, hal ini menyangkut ketentuan-ketentuan prosedur
antara wewenang polisi dan jaksa. Dalam pasal-pasal yang bersangkutan proses
antara polisi sampai jaksa tidak ada kata-kata yag menyebutkan prapenuntutan,
lalu yang dimaksud dengan prapenuntan itu apa? (Andi Hamzah, 1985:158).
Lebih lanjut Andi Hamzah (1985:158) menyatakan rupanya
yang dimaksud dengan prapenuntutan ialah:
“tindakan-tindakan penuntut umum untuk memberikan
petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik. Inilah yang
terasa janggal, karena memberi petunjuk untuk menyempurnakan penyidikan
disebut prapenuntutan. hal ini dalam aturan lama (HIR), termasuk penyidikan lanjutan”.
Berdasarkan hal tersebut diatas Husein Harun (1991:45)
berpendapat bahwa:
“pembuat undang-undang (Dewan Perwakilan Rakyat) hendak
menghindari kesan seakan-akan Jaksa atau Penuntut Umum itu mempunyai
wewenang penyidikan lanjutan,sehingga hal itu disebut prapeuntutan
“
Andi Hamzah (1985:158) lebih lanjut mengatakan, bahwa
“prapenuntutan merupakan petunjuk untuk menyempurnakan penyidikan lanjutan”.
Sekali lagi ternyata penyidikan dan penututan tidak dipisahkan secara
tajam.
Seandainya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
mengatur wewenang penuntut umum untuk memanggil terdakwa untuk
mendengar pembacaan atau penjelasan tentang surat dakwaan yang dibuat
oleh penuntut umum, kemudian penuntut umum mencatat apakah terdakwa telah
mengerti dakwaan tersebut dan pada pasal undang-undang pidana yang
menjadi dasarnya sebelum penetapan hari sidang oleh hakim, barulah hal itu
disebut prapenuntutan (Andi Hamzah, 1985 :159).
Sehubungan dengan pengertian prapenuntutan ini M.
Yahya Harahap (Andi Hamzah, 1985:158) memberikan penjelasan bahwa:
“pada penyerahan tahap pertama, penyidik secara nyata dan
fisik menyampaikan berkas perkara kepada Penuntut Umum, dan Penuntut Umum
secara nyata dan fisik menerimanya dari penyidik”.
Martiman prodjohamijojo (Andi Hamzah, 1985:160)
mengatakan bahwa:
“Prapenuntutan merupakan wewenang dari penuntut umum.
apabila setelah ia menerima dan memeriksa berkas perkara dari penyidik
pembantu dan berpendapat bahwa hasil penyidikan dengan disertai
petunjuk-petunjuk seperlunya (Pasal 14 KUHP ), dalam hal
penyidik segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk
yang diberikan oleh penuntut umum (Pasal 110 ayat (3) KHUP) dan
apabila penuntut umum dalam 14 hari tidak mengembalikan hasil penyidikan tersebut,
maka dianggap selesai (Pasal 11 ayat (4) KUHP) dan hal ini tidak boleh
dilakukan prapenuntutan lagi”.
Memperhatikan rangkaian ketentuan pasal-pasal tersebut,
maka yang dimaksud dengan prapenuntutan adalah kewenangan dari penuntutan
yang.akan dilakukannya dalam suatu perkara, dengan cara mempelajari/meneliti
berkas perkara hasil penyidikan yang diserahkan kepadanya guna melakukan
penuntutan telah terpenuhi, maka ia memberitahukan kepada penyidik bahwa hasil
penyidikan itu sudah lengkap. sebaliknya bila ternyata hasil penyidikan belum
memenuhi persyaratan persyaratan penuntutan, maka ia akan mengembalikan
berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk guna melengkapinya.
Setelah menguraian beberapa pengertian prapenuntutan dari beberapa ahli hukum,
terdapat persamaan-persamaan yang terletak pada:
a. bahwa yang dimaksud
dengan penuntutan adalah tindakan pengembalian berkas perkara yang dilakukan
oleh penyidik guna melengkapi hasil penyidikannya.
b. bahwa tindakan
prapenuntutan belum termasuk dalam lingkup penuntutan, tetapi masih dalam
lingkup penyidikan.
SURAT DAKWAAN
A. Pengertian dan Syarat
Surat Dakwaan adalah sebuah akta yang dibuat oleh
penuntut umum yang berisi perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan. Surat dakwaan merupakan
senjata yang hanya bisa digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan atas
asas oportunitas yang memberikan hak kepada jaksa penuntut umum sebagai wakil
dari negara untuk melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku tindak pidana.
Demi keabsahannya, maka surat dakwaan harus dibuat dengan sebaik-baiknya
sehingga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Syarat
Formil
Diantara syarat formil yang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut :
1. Diberi
tanggal dan ditanda tangani oleh Penuntut Umum;
2. Berisi
identitas terdakwa/para terdakwa
meliputi
nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa (Pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP).
Identitas tersebut dimaksudkan agar orang yang didakwa dan diperiksa di depan
sidang pengadilan adalah benar-benar terdakwa yang sebenarnya dan bukan orang
lain.
Apabila
syarat formil ini tidak seluruhnya dipenuhi dapat dibatalkanoleh hakim (vernietigbaar)
dan bukan batal demi hukum karena dinilai tidak jelas terhadap siapa dakwaan
tersebut ditujukan.
b.
Syarat Materiil
1. Menyebutkan
waktu dan tempat tindak pidana dilakukan
Dalam menyusun surat dakwaan, Penguraian unsur mengenai
waktu tindak pidana dilakukan adalah sangat penting karena hal ini berkaitan
dengan hal-hal mengenai azas legalitas, penentuan recidive, alibi, kadaluarsa,
kepastian umur terdakwa atau korban, serta hal-hal yang memberatkan terdakwa.
Begitu juga halnya dengan penguraian tentang tempat terjadinya tindak pidana
dikarenakan berkaitan dengan kompetensi relatif pengadilan, ruang lingkup
berlakunya UU tindak pidana serta unsur yang disyaratkan dalam tindak pidana
tertentu misalnya “di muka umum, di dalam pekarangan tertutup) dan lain-lain.
2. Memuat
uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.
a. Uraian Harus
Cermat
Dalam penyusunan surat dakwaan, penuntut umum harus
bersikapcermat/ teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan
perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadi kekurangan dan atau
kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam
dakwaan tidak berhasil dibuktikan.
b. Uraian Harus
Jelas
Jelas adalah penuntut umum harus mampu merumuskan
unsur-unsur tindak pidana/ delik yang didakwakan secara jelas dalam arti
rumusan unsur-unsur delik harus dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk
uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan kata lain uraian
unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal yang didakwakan harus dapat
dijelaskan/ digambarkan dalam bentuk fakta perbuatan yang dilakukan oleh
terdakwa. Sehingga dalam uraian unsur-unsur dakwaan dapat diketahui secara
jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut
sebagai Pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mede dader/pleger),
penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger) atau hanya sebagai pembantu
(medeplichting). Apakah unsur yang diuraikan tersebut sebagai tindak
pidana penipuan atau penggelapan atau pencurian dan sebagainya. Dengan
perumusan unsur tindak pidana secara jelas dapat dicegah terjadinya kekaburan
dalam surat dakwaan (obscuur libel). Pendek kata, jelas berarti harus
menyebutkan :
1. Unsur tindak pidana
yang dilakukan;
2. fakta dari
perbuatan materiil yang mendukung setiap unsur delik;
3. cara perbuatn
materiil dilakukan.
c. Uraian Harus
Lengkap
Lengkap adalah bahwa dalam menyusun surat dakwaan harus
diuraikan unsur-unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam UU secara lengkap
dalam arti tidak boleh ada yang tercecer/ tertinggal tidak tercantum dalam
surat dakwaan. Surat dakwaan harus dibuat sedemikian rupa dimana semua harus
diuraikan, baik unsur tindak pidana yang didakwakan, perbuatan materiil, waktu
dan tempat dimana tindak pidana dilakukan sehingga tidak satupun yang
diperlukan dalam rangka usaha pembuktian di dalam sidang pengadilan yang
ketinggalan.
Sebelum membuat Surat Dakwaan yang perlu diperhatikan tindak pidana yang akan
diajukan ke muka sidang pengadilan ialah pasal yang mengatur tindak pidana
tersebut. Apabila penuntut sudah yakin atas tindak pidana yang akan didakwakan
melanggar pasal terntu dalam KUHP, lalu yang perlu dilakukan oleh Penuntut Umum
adalah membuat matriks tindak pidana tersebut. Matriks adalah kerangka dasar
sebagai sarana mempermudah dalam pembuatan Surat Dakwaan. Matriks disusun
sesuai dengan isi dan maksud pasal 143 KUHAP, karena Surat Dakwaan terancam
batal apabila tidak
memenuhi pasal 143 ayat (2) a dan b KUHAP. Bentuk matriks tersebut adalah
sebagai berikut.
Syarat Formil
|
Syarat Materiil
|
Alat Bukti
|
Kualifikasi
|
|||
Identitas Terdakwa
|
Locus & Tempus delictie
|
Pasal Delik
|
Unsur Pasal Delik
|
Perbuatan Materiil
|
||
Uraian Matriks
Ø Identitas Tersangka/terdakwa
Dalam menyusun urutan identitas tersangka atau terdakwa
disesuaikan dengan urutan yang diatur dalam pasal 143 (2) a KUHAP
Ø Locus & Tempus Delictie
Tempat dan waktu terjadinya delik dinyatakan jelas :
a. Tempat : disebutkan kampung,
kelurahan, kecamatan dan kabupaten
b. Waktu : dijelaskan jam,
hari, tanggal, bulan dan tahun dan juga disebutkan waktu yang lain apabila
dalam undang-undang itu ditentukan
Ø Pasal Delik yang dilanggar
Pasal dari delik yang akan didakwakan harus jelas
Ø Unsur delik
Unsur delik disusun sesuai dengan bunyi undang-undangnya,
unsur delik ditulis dengan terperinci dan unsur dari satu tindak pidana tidak
boleh lebih dari satu pun ketinggalan
Ø Perbuatan materiil atau fakta
- uraian perbuatan materiil harus
berupa pengertian yuridis dan perbuatan yang menggambarkan dari tiap unsur
delik
- Uraian harus jelas dari tiap
unsur delik dan terpisah antara unsur delik satu dengan unsur delik yang lain
Ø Alat bukti
Alat bukti di sini adalah semua alat bukti yang sah
menurut hukum yang terdapat dalam Berita Acara dan mendukug pembuktian tindak
pidana yang didakwakan.
Ø Kualifikasi
Dengan uraian perbuatan materiil yang didukung oleh alat
bukti dapat ditentukan kualifikasi tindak pidana yang akan dibuktikan di muka
sidang pengadilan.
Surat dakwaan disusun sesuai dengan isi matriks (seperti di atas) secara
cermat, jelas dan lengkap sesuai dengan syarat formil dan materiil yang diatur dalam pasal 143 (2) a dan
b KUHAP.
B. Bentuk
Surat Dakwaan
Dalam KUHAP tidak pernah diatur berkenaan dengan bentuk
dan susunan dari Surat Dakwaan. Sehingga dalam praktek hukum masing-masing
penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan pada umumnya dipengaruhi oleh
strategi dan rasa seni sesuai dengan pengalaman prakteknya masing-masing namun demikian
tetap berdasarkan pada persyaratan yang diatur dalalm pasal 143 ayat 2 KUHAP.
Dalam praktek hukum dikenal beberapa bentuk surat dakwaan antara lain :
1) Surat Dakwaan
Tunggal
Dalam Surat
Dakwaan tunggal terhadap terdakwa hanya didakwakan melakukan satu tindak pidana
saja yang mana penuntut umum merasa yakin bahwa terdakwa telah melakukan tindak
pidana yang didakwakan tersebut, misalnya penuntut umum merasa yakin apabila
terdakwa telah melakukan perbuatan “pencurian” sebagaimana diatur dalam pasal
362 KUHP maka terdakwa hanya didakwa dengan pasal 362 KUHP.
2) Surat Dakwaan
Subsider/Berlapis
Dalam Surat
Dakwaan yang berbentuk subsider di dalamnya dirumuskan beberapa tindak pidana
secara berlapis dimulai dari delik yang paling berat ancaman pidannya sampai
dengan yang paling ringan. Akan tetapi yang sesungguhnya didakwakan terhadap
terdakwa terdakwa dan yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan
hanya “satu” dakwaan. Dalam hal ini pembuat dakwaan bermaksud
agar hakim memeriksa Dalam praktiknya Surat Dakwaan disusun sebagai
berikut:
Primair:
Bahwa ia
terdakwa …………………dst (melanggar pasal 340 KUHP)
Subsidair:
Bahwa ia
terdakwa …………………dst (melanggar pasal 338 KUHP)
Lebih
Subsidair :
Bahwa ia
terdakwa …………………dst (melanggar pasal 355 ayat (2) KUHP)
3) Surat Dakwaan
Alternatif
Dalam Surat
Dakwaan yang berbentuk alternatif, rumusannya mirip dengan bentuk Surat
Dakwaan Subsidair, yaitu yang didakwakan adalah beberapa delik, tetapi
sesungguhnya dakwaan yang dituju dan yang harus dibuktikan hanya satu tindak
pidana. Jadi terserah kepada penuntut umum tindakan mana yang dinilai telah
berhasil dibuktikan di depan pengadilan tanpa terkait pada urutan dari tindak
pidana yang didakwakan. Sering terjadi penuntut umum mendapatkan suatu kasus
pidana yang sulit menentukan salah satu pasal diantara 2-3 pasal yang saling
berkaitan unsurnya, karena tidak pidana itu unsure yang menimbulkan keraguan
bagi penuntut umum untuk menentukan diantara 2 pasal atau lebih atas satu
tindak pidana. Dalam praktek disusun sebagai berikut :
Pertama:
Bahwa ia
terdakwa………………….dst (melanggar pasal 362 KUHP)
Atau
Kedua :
Bahwa ia
terdakwa………………….dst (melanggar pasal 372 KUHP)
Atau
Ketiga :
Bahwa ia
terdakwa………………….dst (melanggar pasal 378 KUHP)
4) Surat Dakwaan
Kumulatif
Dalam Surat
Dakwaan Kumulatif didakwakan secara serempak beberapa delik/ dakwaan yang
masing-masing berdiri sendiri (Samenloop/Concursus/ Perbarengan), yang dalam
praktik disusun sebagai berikut:
Kesatu :
Bahwa ia
terdakwa………………….dst (melanggar pasal 365 KUHP)
Kedua:
Bahwa ia
terdakwa………………….dst (melanggar pasal 368 KUHP)
Ketiga:
Bahwa ia
terdakwa………………….dst (melanggar pasal 378 KUHP)
5) Surat Dakwaan
Kombinasi
Dalam Surat
Dakwaan Kombinasi didakwakan beberapa delik secara kumulatif yang terdiri dari
dakwaan subsider dan dakwaan alternatif secara serempak/ sekaligus, yang dalam
praktik disusun sebagai berikut :
Kesatu :
Primair:
Bahwa ia
terdakwa………………….dst (melanggar pasal 340 KUHP)
Subsidair:
Bahwa ia
terdakwa………………….dst (melanggar pasal 338 KUHP)
Kedua :
Pertama:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 368 KUHP)
Atau
Kedua:
Kedua:
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 378 KUHP)
Atau
Ketiga :
Bahwa ia terdakwa………………….dst (melanggar pasal 372 KUHP)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari makalah yang kita simak di atas
menjelaskan bahwa penangkapan dan penahanan ,penggledahan dan penyitaan
,praperadilan ,prapenuntutan ,dan pentingnya surat dakwaan adalah serangkaian
proses dalam beracara acara hukum pidana.
B. Saran
Saran dari
penyusun yaitu sebaiknya dalam bercara pidana prosesnya lebih diperbaik lagi
karena masih ada yang merasa bahwa dalam beracara pidana masih sangat
merepotkan dan menghabiskan biaya yang banyak.
Komentar
Posting Komentar